Sehingga Faktanya justru sebaliknya dimana dalam pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa wadah tunggal senyatanya yang bisa memenuhi Undang-Undang Nomor 18 adalah Peradi oleh karena terbentuk dalam waktu 2 tahun sebagaimana dipersyaratkan dalam Undang-Undang tersebut.
Namun permasalahannya, menurut Sakty, Peradi telah menjadi tiga pasca munas ll Makassar, dimana masing-masing mengklaim sebagai Peradi yang sah.
“Dan sampai saat ini belum ada satupun putusan legalitas dimana salah satunya adalah yang sah. Hal ini setali tiga uang dengan Menkumham juga mengeluarkan ijin terhadap Organisasi Advokat baru yang tumbuh begitu masif dan apakah hal ini juga bisa dikatakan constitutional disobedience terhadap konstitusi,” ujar Sakty dengan nada bertanya.
Sebelumnya mantan Panitera MK, Prof. Zainal Arifin Hoesain mengatakan, Peradi masih harus berjuang keras untuk memposisikan diri sebagai wadah tunggal. Terlebih setelah sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak digubris Mahkamah Agung (MA), di antaranya terkait wadah tunggal.
“Perlu perubahan soal perintah atau amar agar MA tunduk melaksanakan putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Biar tidak bisa constitutional disobedience (pembangkangan terhadap konstitusi), sehingga perlu adanya pengaturan constitutional court,” kata Zainal dalam diskusi virtual bertajuk Constitutional Disobedience yang digelar di Jakarta beberapa hari yang lalu.(Kartono)