Sumenep – News PATROLI.COM –
Sejarah Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perselisihan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden dari tahun 2014-2019 tidak ada yang mendapatkan rasa keadilan dari putusan Mahkamah Konstitusi kecuali Keputusan yang hanya melegitimasi keputusan Komisi Pemilihan Umum.
Sejarah putusan oleh Mahkamah Konstitusi ini bisa saja terulang kembali apabila nantinya KPU mengumumkan penetapan perolehan suara Presiden dan Wakil Presiden sesuai pasal 416 ayat (1) undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi : Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50℅ dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, ungkap Zamrud Khan saat berbincang dengan rekan media Rabu, (13/03/2024)
Dia juga menuturkan, “Sedikitnya 20℅ suara di setiap provinsi yang tersebar lebih dari (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.Hal ini tentu berbeda ketika KPU mengumumkan penetapan perolehan suara Presiden dan Wakil Presiden suara terbanyak pertama dan kedua, maka hal ini dilaksanakan putaran kedua sesuai pasal 416 ayat (2) yang berbunyi : Dalam hal tidak ada pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam pemilu presiden dan wakil presiden, inipun apabila KPU mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas sesuai amanat undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu utamanya pasal 4 huruf (b),”ungkapnya.
Adanya dugaan ketidak netralan KPU dan BAWASLU bukan hanya wacana saja tetapi tampak jelas sekali bahwa Ketua Bawaslu menyampaikan bahwa tidak ada istilah nomen klatur kecurangan pemilu dalam istilah undang-undang pemilu dan yang ada adalah pelanggaran” tutur lanjutnya