Di dalam pasal itu disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama dua belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
Dugaan Pemotongan Dana Insentif ASN
Adapun kasus ini bermula dari penyelidikan KPK terhadap dugaan pemotongan dana insentif ASN. Peristiwa itu terjadi di BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Pada 25 Januari 2024, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 11 ASN di BPPD dengan barang bukti uang tunai Rp 69,9 juta. Dari OTT yang dilakukan tiga pekan sebelum Pemilu 2024 itu, terungkap dugaan manipulasi pungutan setidaknya Rp 2,7 miliar.
Kepala Subbagian Umum BPPD Siska Wati menjadi tersangka pertama. Penyelidikan KPK pun akhirnya mengarah ke Muhdlor.
Pada 16 Februari 2024 di Gedung Merah Putih KPK, Muhdlor memenuhi pemeriksaan sebagai saksi. Sepekan dari pemeriksaan itu, Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono menjadi tersangka dan ditahan.
Pada 19 Maret 2024, KPK menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). KPK mendalami keterlibatan Muhdlor dalam kasus rasuah di BPPD Sidoarjo. Pada Selasa (16/4/2024), KPK pun mengonfirmasi status Muhdlor sebagai tersangka. (Red)
Baca juga berita lainnya diGoogle News