Tidak hanya itu, jumlah Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). Pasca-ditetapkannya KHDPK oleh kementerian LHK, capaian Perhutanan Sosial di Jatim hingga dengan September 2023 sebesar 188,370.98 hektare (ha).
Angka ini tertinggi secara nasional. Bahkan dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan provinsi lainnya seperti Jawa Tengah sebesar 92,364.09 ha. Atau 5 kali lebih tinggi dari Jawa Barat sebesar 38,821.75 ha, 7 kali dari Banten dengan total 24.482,82 ha dan 100 kali lebih tinggi dari Yogyakarta dengan jumlah 1.565,88 ha.
Luasan hutan sosial Jatim yang besar juga berseiring dengan jumlah petani penggarap kawasan hutan sosial. Dimana hingga September 2023 Jumlah petani penggarap hutan sosial Jatim mencapai 129.627 kepala keluarga (KK). Sedangkan Jateng 23.327 KK, Jabar 21.159, Banten 15.544 KK dan Yogyakarta 5.005 KK.
“Di Jawa Timur sudah ada 380 kelompok yang telah memperoleh akses legal pemanfatan hutan sosial dengan luas areal kelola seluas 188.370,98 hektar. Dan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang telah terbentuk sebanyak 765 unit,” ungkap Khofifah.
Khofifah mengatakan, KUPS-KUPS yang telah terbentuk tersebut merupakan start up yang perlu didukung dalam pengembangan usahanya untuk bisa berorientasi ekspor.
Di Jawa Timur telah ada 2 KUPS yang berkelas KUPS Platinum, artinya KUPS ini berorientasi ekspor atau sudah punya pasar internasional, yaitu KUPS Talas dan KUPS Pisang LMDH Wono Lestari di Lumajang. Sementara untuk gold telah terbentuk 34 KUPS, Silver 369 KUPS dan blue sebanyak 360 KUPS.
Lebih lanjut Khofifah mengatakan, KUPS, KTH dan LMDH sebagai kumpulan petani yang mengelola dan mengembangkan usaha di bidang kehutanan di dalam kawasan hutan, memiliki peran yang sangat penting. (red)