Tak banya fikir Ahmad mengambil langkah untuk melaporkan Kepala desa Jabaan tersebut Ke OMBUDSMAN Jatim, tiba – tiba secara tak sengaja, Ahmad bertemu dengan temannya yang bernama Ayieng yang kebetulan asli putra daerah sumenep yang berdiri di bawah naungan LPPK, (Lembaga Penanganan Perkara Konsumen) yang di posisikan sebagai Dewan Perwakilan Pusat.
Ahmad mengatakan panjang lebar bahwa kedatangannya ke sumenep tersebut tidak lain hanya untuk menindak lanjuti dan mengupulkan data dan bukti juga pernyataan sebagai bahan pelaporan ke Ombudsman agar unsur dari pelaporan kejadian pemotongan yang terjadi di desa Jabaan, kec. manding kabupaten Sumenep unsurnya memenuhi syarat.
“Singkat cerita setelah saya ceritakan secara detail ke Ayieng, ia paham dengan duduk permasalahannya yang diceritakan oleh saya” jelas Ahmad
“Ayieng langsung meminta kepada saya, agar tidak terlalu terburu – buru menyikapi hal pemotongan tersebut, ayieng meminta kepada saya, untuk mengingatkan kepala desa sebagai bentuk peduli dan mengupayakan agar ada etikat untuk dari kepala desa mengembalikan uang dari warga yang sudah dipotong oleh orang orangnya yang sudah diperintahnya” jelas Ahmad
Setelah ayieng menemui dan menanyakan pemotongan BLT DD pada kepala desa bersama Media, Kepala desa jabaan juga tak menutupi, bahkan ia mengakui adanya pemotongan tersebut dengan bahasa pemerataan.
Dia menjelaskan kepada Ayieng bahwa Kepala Desa itu sebelumnya ingin kasus ini tidak diproses dengan syarat menyanggupi permintaannya dengan pengembalian uang yang sudah ditarik dari warga. “Kami tunggu prosesnya dua-tiga hari, tidak ada pengembalian. Jadi teman kami berinisiatif untuk melaporkan ke Ombudsman,” katanya.
Disoal terkait BLT DD oleh awak media, Menurut pengakuannya Wahab dikasi uang 300ribu rupiah, dan mengakui bahwa dirinya adalah Non penerima manfaat yang tidak terdaftar di kemensos bansos BLT DD, yang hanya disurh menyetor kartu keluarga oleh Kades Desa jabaan.
Nah..dari pengakuan yang dikatakan Wahab sudah jelas, tidak terdaftar di data Kemensos desa jabaa’an. Akan tetapi dalam hal ini Kepala desa jabaa’an terlalu naif dan terkesan berlebihan jika dirinya mengambil resiko yang sangat Fatal dengan sebuah alibi pemerataan demi keuntungan pribadi untuk memperkaya diri.
Hingga berita ini ditulis, kepala desa terkesan menghindar saat mau dikonfirmasi, dengan alasan masih di rumah sakit. (Hen/Sah)