“Yang bikin kami heran, pers atau wartawan juga dianggarkan per lembaga Rp l60 ribu. Padahal tidak ada press release tentang pencairan. Selain itu, dalam rincian FKDT Dispendikbud dan Kemenag Situbondo juga dapat masing-masing sebesar Rp 100 ribu,” katanya.
Dikatakan Asrawi, dugaan pungli itu masih di seputar Kecamatan Jangkar, lain lagi di kecamatan se-Kabupaten Situbondo. Jika di Kecamatan Jangkar saja ada 40 lebih tinggal mengalikan 17 kecamatan.
“Kalau 40 lembaga di Kecamatan Jangar dipungut Rp 2 juta per lembaga, totalnya bisa Rp 80 juta. Kalau terjadi di setiap Kecamatan, bisa mencapai miliaran,” kata Asrawi.
Asrawi mengaskan, dugaan pungli tersebut dianggap sudah masuk sistem, sebab setiap pengajuan proposal dan SPJ harus melalui FKDT. Sedangkan lembaga yang membuat sendiri selalu ditolak dan pembuatan berkasnya dipersulit.
“Ada pula ancaman kalau buat sendiri operasional tidak akan cair. Ini jelas menjadi tekanan psikologis bagi lembaga-lembaga MD Ula dan Wustha di Situbondo,” ungkapnya.
Untuk menekan dugaan pungli tersebut, pihaknya sudah berkirim surat ke Bupati Situbondo, agar menekan Dispendikbud Situbondo untuk menyelesaikan dugaan pungli tersebut.
“Kami sudah berkirim surat kepada Bupati Situbondo. kami meminta dalam jangka waktu 14 hari ke depan kasus ini sudah dinetralisir,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua FKDT Kecamatan Jangkar Sukirno menegaskan tidak ada dugaan pungli yang terjadi di Kecamatan Jangkar. Sebab setiap lembaga yang sudah diminta masih belum membayar.
“Bukan dipotong bahasanya, tapi biaya adminitrasi. Soalnya kalau buat sendiri dalam satu minggu tidak akan selesai. Masak dikatakan pemotongan, kan uang masuk langsung ke rekening masing-masing, kecuali FKDT yang terima lalu FKTD yang memberikan ke masing-masing lembaga,” dalih Sukirno.
(Didik/Dedy)