Yang sangat disayangkan lagi dengan adanya pembuangan tanah bekas galian yang dimuat oleh beberapa truk dan ditaruh pada pekarangan orang di Desa Kenongo. saat pekerja urukan (pembuangan) itu ketika ditanya awak media mengatakan, dirinya tidak beli hanya ganti uang rokok supir saja yang nilainya tidak seberapa. Dan ketika ditanya lebih lanjut dirinya mengaku kurang faham dan menyebut nama (Kenting) sampai hampir terjadi keributan dengan wartawan.
Saat rekan media mencoba menanyakan lebih lanjut ke Kenting, belum sempat bertanya panjang lebar, malah dengan nada marah dan menggebrak meja serta membanting sebuah gelas, serta dengan nada menantang,” lek mrene ojok yamene, sore tak enteni Nang omah ( kalau kesini jangan siang, sore aja saya tunggu di rumah),”Ucap kenting sambil marah-marah.
Dalam pantauan dilapangan,banyaknya buangan (bekas galian) sungai yang dibuang juga menyisahkan kerusakan Ris, atau taman biasa disebut sebagai pembatas antara sungai dan jalan. Bahkan terlihat tiang PJU yang ditanam terkikis terlihat sangat membahayakan jika sampai roboh.
Ditempat terpisah Kasun Sugiatno, mengatakan yang di lakukan normalisasi itu wilayah RT. 01 RW. 02, RT. 03 RW. 02 dan RT. 04 RW. 02, RT. 03 RW. 03. Dan Sungai Desa Kepatihan memang sering meluap belakangan ini. Utamanya setiap musim hujan tiba, ratusan masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai selalu khawatir rumahnya digenangi luapan air bah. Hal ini disebabkan sungai mengalami pendangkalan dan penuh sampah.
Kami atas nama warga merasa bersyukur dengan adanya normalisasi ini. Mudah-mudahan dengan adanya normalisasi ini Warga Kepatihan khususnya bisa terbebas dari banjir, katanya.
Ia menambahkan, bahwa kegiatan normalisasi dilakukan oleh BBWS Brantas dan pihak Desa hanya sebagai penerima manfaat, ya meski ada Ris atau apa itu istilanya (pembatas antara sungai dengan jalan) untuk mempercantik lingkungan di bantaran sungai yang digilas (rusak) oleh alat berat, karena tidak pakai ponton, pungkasnya. (Gus)