Tambahnya lagi, “Saat pengukuran tanah untuk menerbitkan sertifikat pengganti tukar guling di tahun 1997 untuk diatasnamakan tiga Desa, obyek tanah tersebut masih berstatus Tanah Negara (TN), dari status Tanah Negara langsung diatas namakan Desa Kolor, Desa Talango dan Desa Cabbiye. Isinya Cuma peralihan Hak dan tidak ada dokumen penunjang lain untuk membuktikan tanah tersenut milik H Sugianto atau PT Sinar Mega Indah Persada (SMIP)”.
Lagi Rasyid, “Dari jauh sebelum tahun 1997 tanah TN atau obyek tukar guling tersebut sedang digarap/dikelola oleh warga setempat dan sampai dengan saat ini, dan kemudian sekarang dijarah oleh orang-orang yang mengatasnamakan kuasa hukum tiga desa”.
Sambung Rasyid, “Kalaupun misal tanah pengganti itu milik H Sugianto ada, itupun masih sangat jauh dari nilai tukar harga tanah yang ada di Bumi Sumekar Asti (BSA) Desa Kolor, tanah peruntukan tukar guling yang luasnya 16.4Ha dengan harga taksasi menurut ahli di kisaran harga 700rb/m2 x 16.4Ha = 114 miliyar, sedang tanah penggantinya yang terletak di Desa Poje dan Desa Paberasan hanya seluas 17.5Ha hanya dikisaran 8.75 milyar (175.000m2 x 50rb)”.
Sambungnya lagi, “Pertanyaan saya sederhana, berapa tahun dari mengelola tanah TN bisa dimohon oleh pengelola sebagai hak milik, kapan PT SMIP/HS mengelola obyek tanah tukar guling tersebut, padahal obyek tanah tersebut sedang dikelola/digarap oleh warga Poje dan paberasan. Bagaimana bisa tanah yang masih berstatus TN tiba-tiba dirubah sebagai obyek penggati ke tiga Desa, dan bolehkah tanah senilai 114 milyar ditukar dengan hanya dikisaran 8.75 milyar (175.000m2 x 50rb), mari kita berfikir jernih, buka mata buka telinga biar melihat dan mendengar”.
Terakhir Rasyit menyampaikan, “Kasus Tanah Kas Desa ini jangan dilihat sepintas, atau jangan dilihat luarnya saja, perlu dicermati isinya, di Sumenep ini jagankan tanah TN, tanah warga aja satu obyek tanah ada dua sampai empat sertifikat, itu sudah dianggap biasa dan banyak terjadi, apa lagi tanah TN justru lebih mudah. Seharusnya kita bersyukur, ternyata masih ada polisi yang tidak masuk angin, yang benar-benar bekerja memberantas korupsi, andai seperempat saja ada Kepolisian di Indonesia seperti yang menangani Tanah kas Desa ini, kita bisa makmur”.
(Hendri/sahmari)