Jumlah itu kurang, maka dirinya membuka peluang bagi lulusan perguruan tinggi sebagai tenaga honorer.
Salah satu kebutuhannya adalah guru teknik jaringan akses. SMK 4 baru ada dua PNS yang berkompeten, padahal ada sekitar sembilan rombel dengan rata-rata 18-20 jam.
Kalau kelas XI 20 jam kali tiga maka 60 jam. Maka dibutuhkan guru sebanyak empat orang. Kemudian kelas X ada tiga rombel teknik jaringan akses, minimal diampu dua guru.
“Maka kita minimal butuh enam guru. Kita hanya punya dua guru,” jelas dia.
Maka sekolah merekrut honorer dari alumni perguruan tinggi yang sesuai kompetensinya. Sementara gaji mereka diambilkan dari uang partisipasi atau sumbangan wali murid.
“Honor ini kita mintakan ke komite. Komite minta sumbangan ke wali murid. Itu satu contoh,” terang dia.
Selain untuk gaji guru honorer, sumbangan itu juga untuk kegiatan lain yang tidak bisa dianggarkan di BOS dan BPOPP.
Sementara Ketua Komite Sekolah Endang Sunarsih menjelaskan, dalam melakukan sosialisasi sudah dijelaskan kebutuhan anggaran beserta kegiatannya.
Menurutnya, untuk gaji guru honorer dan kegiatan yang tidak dibiayai BOS dan BPOPP selama setahun membutuhkan dana Rp 800 juta.
“Bahkan dana prakerin dan BPJS Ketenagakerjaan siswa yang prakerin diambilkan dari dana partisipasi ini,” imbuh dia.
Pihaknya pun menyadari bahwa kemampuan wali siswa berbeda-beda. “Maka jika tidak sanggup bisa konfirmasi ke komite,” jelas dia.
(Dik)