Dalam pertemuan itu nampak Ach. Dahlan yang diwakili Kuasa Hukumnya menyampaikan maksud dan tujuannya untuk meminta pihak sekolah agar mengosongkan sekolah dengan dasar – dasar hukum yang disampaikan yakni putusan Pengadilan Tinggi Surabaya, menurutnya putusan pengadilan tersebut dimenangkan Kliennya.
” Kami sudah melakukan koordinasi sebelumnya ke Bupati Fauzi dan diarahkan untuk ke Propensi, disana kami ketemu dengan Wagub, saat itu Wagub malah bilang suruh mengosongkan sekolah karena di Pengadilan dimenangkan oleh Klien saya,” jelas Muhammad Arifin.
Namun pihak sekolah melakukan pembelaan, dengan dasar argument bahwa salah satu putusan Pengadilan tidak memerintahkan untuk mengosongkan sekolah, namun untuk memberikan ganti rugi sebesar 2,7 M kepada penggugat.
Tak hayal kedua belak pihak sama – sama ngotot dan diakhir adu argumentasi pihak Ach. Dahlan tetap lebih bertahan untuk menyegel (menggembok ) sekolah sementara sampai ada kejelasan dari pihak Pemerintah.
Namun apa yang terjadi saat pihak Ach. Dahlan bermaksud mendekati pintu pagar untuk menggembok pintu pagar, mendadak Suhandono warga Kalimo’ok yang kebetulan sebagai Ketua BPD meminta agar niat untuk menggembok diurungkan dengan alasan kalau terpaksa dilanjutkan kwatir masyarakat akan turun dan benar saat terjadi debat antara keduanya warga Kalimo’ok mulai merapat masuk ke halaman.
“Kami minta agar sampean mengurungkan niatnya, karena banyak siswa dan siswi di SMKN ini dari Kalimo’ok, saya sebagai Ketua BPD dan warga Kalimo’ok tidak mau siswa – siswi disini terlantar dan terhambat pendidikannya, apalagi akan memasuki masa ujian,” jelas Handono dengan suara lantang.
Pada akhirnya Muhammad Arifin agar tidak terjadi salah paham dan menghindari hal yang tidak diinginkan, Ia meminta agar pihak sekolah bersama pihaknya serta Pemdes Kalimo’ok untuk membantu Kliennya datang ke Pemkab, sehingga Kliennya tidak dirugikan dan pihak sekolah begitu juga.
Hal itu senada juga dengan Kades Kalimo’ok serta semua pihak yang berkepentingan saat itu, sehingga niat menyegel tidak dilakukan.
(Hendri/sahmari)