“Apalagi jika kondisi curah hujan tinggi. Warga semakin khawatir serta resah. Makanya meminta untuk mengungsi,” kata Agus kepada media di lokasi.
Dia lalu berkisah, bahwa tanah gerak di desanya itu awal terjadinya pada 2017 lalu, sebelum kejadian longsor di Desa Banaran pada April 2017.
“Awalnya ada suara gemuruh, kemudian gerak dan ada retak. Warga panik dan sempat relokasi secara mandiri. Saat itu masih 11 KK yang melakukan relokasi mandiri,” ungka Agus.
Lalu Maret 2023, kembali muncul tanah gerak, lantaran saat itu terjadi hujan dengan curah yang cukup tinggi. Tanah bergerak lagi dan retak
“Sekarang kebutuhan warga untuk pengungsian masih tercukupi Dinsos. Sembako dan lain-lain dicukupi juga,” bebernya
Salah satu pengungsi, Suparmi sudah mengungsi selama 2 bulan. Lantaran tempat yang ditinggali telah hancur.
“Saya sama suami mengungsi bersama warga lainnya. Ya seadanya, daripada nanti terjadi yang tidak-tidak. Anak saya sudah tinggal di luar kota,” pungkasnya.
(Kateman)