Namun, menurut dr Regitta, masyarakat tidak perlu cemas, sebab upaya pencegahan cacat kusta dapat dilakukan dengan menjaga daya tahan tubuh. “Ini langkah awal yang harus dilakukan. mulai dari mengatur pola makan dan memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi, menjaga tubuh agar tetap sehat,”ujarnya. Selain itu, Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan rutin melalukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan untuk dilakukan pemeriksaan fungsi saraf.
Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis kejiwaan RSUD dr Soetomo, dr Azimatul Karimah menjelaskan salah satu masalah dalam penanggulangan kusta yaitu stigma yang melekat pada masyarakat sehingga berdampak pada orang dengan kusta dan keluarganya. “Stigma mengganggu kualitas hidup orang yang mengalami kusta dalam kehidupan sehari-hari seperti berpakaian, berjalan dan lainnya. Adapun dampak dalam kehidupan sosial seperti dikuncilkan dalam masyarakat,”ujarnya.
Oleh karena ini, orang yang mengalami kusta menjadi cemas dan takut keadaannya diketahui oleh orang lain dan enggan untuk memeriksakan diri, berobat serta merawat diri. Perlakuan negatif dapat pula membuat penderita kusta mengalami gangguan psikis seperti menjadi sedih, putus asa, cemas, depresi dan kurang percaya diri sehingga stigma lebih berat dari penyakit kusta itu sendiri.
dr Azimatul juga memberikan praktek dalam mengatasi kecemasan salah satunya relaksasi. “Saat menarik napas dalam-dalam, tubuh menjadi lebih rileks dan aktivitas saraf penyebab kecemasan di otak dapat berkurang. Ada pula teknik pernapasan yang bisa Anda lakukan sebagai cara mengatasi gangguan kecemasan caranya, tarik napas selama 4 detik, kemudian tahan selama 7 detik, lalu lepaskan kembali perlahan-lahan dalam 8 detik. Lakukan beberapa kali hingga pikiran lebih tenang,”ujarnya. (red)