“Kami mencoba harga Rp 4.650 belum ada yang kirim. Akhirnya kami mencoba membeli harga di atasnya dan mulai ada pengiriman. Saat ini sudah mulai teratur gabah kering petani kami beli harga Rp 4.700 hingga Rp 4.800 bervariasi,” tegasnya.
Pihaknya juga akan bersinergi dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bojonegoro melalui gapoktan untuk bisa bersama membeli hasil budidaya gapoktan. Saat ini, stok beras ada 2.000 ton dan akan bertambah seiring proses penyerapan yang sedang dilakukan saat ini. Sementara untuk target satu tahun, Bulog menarget penyerapan 30 ribu ton.
Masih pada kesempatan sama, Kepala DKPP Bojonegoro Helmy Elisabeth menjelaskan, sejak awal pihaknya terus bersinergi dengan Bulog sehingga saat panen raya turut menginfokan pada Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) agar gapoktan dan poktan bisa langsung suplai ke Bulog.
“Dan Bulog memang membuka kerja sama langsung dengan gapoktan dan poktan,” imbuhnya.
Sebagai gambaran, Helmy menjelaskan, di Februari tercatat luas panen hampir 45 ribu hektar. Kalau disetarakan gabah kering panen (GKP) hampir 270 ribuan ton. Jika disetarakan beras, kurang lebih 165 ribu ton. Jika dianalogikan dengan konsumsi masyarakat Bojonegoro bulan panen pada Februari saja, hasil ini bisa untuk konsumsi 18 bulan. Sebab, dengan jumlah penduduk kurang lebih 1,4 juta jiwa per bulan, mengonsumsi beras sekitar 9.000 hingga 9.300 ton per bulan.
“Ibu Bupati juga menekankan BUMDes bisa langsung kerja sama dengan Bulog, begitu pula gapoktan. Untuk itu Pemkab Bojonegoro hadir untuk membantu poktan dengan sarana prasarana. Salah satunya Combine Harvester. Jika punya sarana itu, maka proses panen cepat dan harapan kami juga dapat memenuhi kualitas untuk suplai ke Bulog,” tuturnya. (eko)