Madiun – News PATROLI.COM –
Lembaga Swadaya Masyarakat sekaligus Pemerhati lingkungan menanggapi sebuah mobil grand max membuang limbah bekas cuci piring di sungai masuk Desa Metesih, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun, pada Rabu (30/10/2024) tengah malam.
Belakangan, pemilik Waroeng Steak Bledek yang beralamat di Desa Sambirejo, Kecamatan Jiwan mengakui limbah yang dibuang dikali tengah malah tersebut dari tempatnya.
Heri Purnomo yang akrab di panggil Ndemo selaku anggota LSM Gempur sangat menyangkan kejadian tersebut. Menurut Heri, limbah yang katanya bekas cucian piring itu tidak seharusnya dibuang di sungai. Karena, hal itu bisa mencemari lingkungan.
“Dilihat waktu membuangnya aja tengah malam dan sengaja mematikan lampu saat menuju sungai itu sudah kelihatan itu limbah yang dapat mencemari lingkungan. Logikanya kalau itu air biasa tidak mungkin tengah malam gitu,” ujar Heri, Sabtu (2/11/2024).
Heri berencana akan mengajak Dinas terkait untuk turun kelokasi untuk memastikan limbah yang dibuang disungai itu kategori dapat mencemari lingkungan atau tidak. Karena, air cucian piring termasuk limbah organik cair domestik, Jika tidak dikelola dengan baik, limbah ini dapat menumpuk dan mencemari sungai.
“Membuang limbah domestik ke sungai, dapat dikenakan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar. Hal ini diatur dalam Pasal 104 Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH),” tegas Heri.
Sebelumnya diberitakan, Pemilik Waroeng Steak Bledek yang ada di Desa Sambirejo, Kecamatan Jiwan itu membenarkan limbah yang dibuang di sungai tersebut dari tempatnya.
“Itu buang limbah air cuci piring. Kronologinya gini, kita dulu bikin resapan, la resapannya selalu full akhirnya ke salurannya lingkungan,” ujar Kevin Haris, pemilik Waroeng Steak Bledek saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Jumat (1/11/2024).
Menurut Kevin, Karena limbah tersebut mengalir ke saluran yang dekat dengan rumah warga, dirinya berinisiatif untuk membuang ke sungai agar tidak mendapat komplain dari masyarakat sekitar akibat bau dari limbah tersebut.
“Terus akhirnya kita antisipasi adanya komplain dari lingkungan, terus kita buangnya di kanal (sungai). Kami mengakui bahwa itu salah karena membuang di kanal desa,” jelas Kevin. (But/Tim)