Selain itu, Lailatul menekankan potensi M3 dalam mendukung perkembangan otak anak. “Minyak Makan Merah diklaim memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk anak-anak karena mengandung asam oleat dan asam linoleat, yaitu kelompok asam lemak omega-9 dan omega-6 yang penting untuk perkembangan otak anak.”
“Asam oleat berperan dalam pembentukan membran sel otak, sementara asam linoleat merupakan komponen utama dalam pembentukan membran tersebut dan juga prekursor asam arakidonat, yang terlibat dalam transmisi sinyal seluler di otak. Kedua asam lemak ini menyediakan bahan bakar untuk pembentukan membran sel otak dan mendukung fungsi sel normal otak,” imbuhnya.
Proses produksi M3 yang tidak melalui bleaching, membawa dampak positif dan negatif. Lailatul menilai proses ini mempertahankan kandungan beta karoten, vitamin E, squalene, dan senyawa bioaktif lainnya dengan kadar yang relatif tinggi.
“Ini berarti pengembangan M3 tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan dan pangan fungsional tetapi juga mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor vitamin A dan E sintetis, yang berkontribusi pada penghematan devisa dan perbaikan neraca perdagangan negara,” ungkapnya.
Dengan begitu, sambungnya, produksi M3 oleh koperasi petani sawit di sekitar perkebunan sawit rakyat memungkinkan masyarakat sekitar untuk mengakses produk ini dengan harga yang relatif terjangkau. Alih-alih, Lailatul menilai produk M3 yang tidak melalui proses bleaching mungkin mengandung kontaminan yang lebih tinggi, sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan keamanan produk akhir. Selain itu, M3 juga lebih rentan terhadap oksidasi, yang dapat memperpendek umur simpannya.
Ia menyebutkan bahwa variabilitas dalam kualitas minyak mentah yang digunakan dalam produksi makanan juga dapat menyebabkan ketidakseragaman dalam produk akhir. Sehingga, hal ini menjadi sebuah tantangan bagi industri pangan yang membutuhkan konsistensi produk. (Red)