Kemudian, pada Tahun 2022 Perda RTRW diadakan perubahan sehingga kawasan dimaksud tidak lagi termasuk kawasan hutan produksi. Maka terbitlah 2 sertifikat Hak Pakai atas nama Pemkab Bojonegoro yaitu No. 16 dan 17, pada tanggal 08 Agustus 2022.
“Namun, tiba-tiba Bapak S. Marman (Mantas Kades Banjarsari) yang sebelumnya mengaku menjual tanah berbatasan langsung di sebelah selatan tanah RPH kepada Bapak Kobul, melakukan gugatan,” kata Andi.
Andi melanjutkan bahwa saat pengukuran tanah tahun 2019, Bapak S. Marman ikut hadir. Saat kegiatan pengembalian batas tanah, bangunan garasi alat berat milik Bapak Kobul juga terbukti memakan lahan tanah RPH.
“Tetapi hal ini tidak menjadi masalah bagi Pemkab selama tidak mengganggu proyek pembangunan RPH Banjarsari,” tambah Andi.
Andi bercerita saat pengukuran tanah pada tahun 2019, Sekretaris Desa Banjarsari turut hadir bersama Bapak S. Marman. Namun Sekdes Banjarsari tersebut kini telah meninggal dunia, sehingga tidak dapat dilakukan konfirmasi.
Terpisah, Ahmad Fuad selaku Sub Koordinator Pembangunan Gedung, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (DPKPCK) Bojonegoro menjelaskan bahwa pembangunan RPH Banjarsari sudah sesuai dengan prosedur. RPH dibangun di atas tanah yang telah ditentukan.
“Pelaksanaan pembangunan RPH berdasarkan lokasi yang ditetapkan pada peta bidang tanah yang diterbitkan oleh BPN pada tahun 2020,” imbuh Fuad. (eko/*)