Kediri – News PATROLI.COM –
Suasana haru bercampur amarah menyelimuti kawasan Desa Tanjung, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, Kamis (17/4/2025) sore. Ratusan anggota Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dari berbagai penjuru berkumpul di lokasi tewasnya Moh. Hidris Rayyan (17), korban pengeroyokan brutal yang terjadi beberapa pekan lalu.
Sekitar 200 hingga 300 anggota PSHT, termasuk dari luar daerah, menggelar aksi tabur bunga dan doa bersama sebagai bentuk penghormatan terakhir terhadap almarhum Rayyan, sekaligus menyuarakan desakan keras kepada aparat penegak hukum agar menuntaskan kasus ini secara profesional dan transparan.
“Aksi ini adalah bentuk simpati dan tuntutan kami atas kasus saudara kami, Moh. Hidris Rayyan, yang hingga kini masih belum jelas penanganannya,” tegas Diva Kurniantoro, Ketua Lembaga Hukum dan Advokasi PSHT Kabupaten Kediri.
Tuntutan Keadilan: Jangan Ada Lagi yang Ditutupi!
Dalam aksi yang berlangsung penuh khidmat selama kurang lebih satu jam itu, massa PSHT tidak sekadar datang untuk berdoa, melainkan juga mengirimkan pesan tegas: Keadilan harus ditegakkan! Tidak boleh ada lagi yang ditutup-tutupi!
Diva, yang juga menjabat sebagai ketua tim kuasa hukum keluarga korban, menyampaikan apresiasi kepada pihak kepolisian atas kerja keras mereka yang telah mengamankan 14 terduga pelaku. Namun, ia juga menyoroti bahwa dari jumlah tersebut, hanya lima orang yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, sementara berkas perkara yang telah dilimpahkan ke kejaksaan justru dikembalikan (P19) karena dianggap belum lengkap.
“Kami mendesak kepolisian untuk bertindak profesional, transparan, menuntaskan penyelidikan, dan memastikan para pelaku dihukum setimpal,” tegas Diva dengan nada penuh tekanan.
Kronologi Kelam: Saur Berujung Maut
Diketahui, tragedi berdarah ini terjadi pada Senin dini hari, 24 Maret 2025. Saat itu, Moh. Hidris Rayyan bersama sejumlah temannya tengah dalam perjalanan pulang ke Pare usai menghadiri kegiatan saur bersama di kawasan Simpang Lima Gumul. Di tengah perjalanan, mereka tiba-tiba dihadang sekelompok pemuda yang diduga membawa senjata tajam. Dalam insiden itu, Rayyan meregang nyawa, sementara dua rekannya mengalami luka serius.
Aksi Simpatik yang Membeludak
Awalnya, acara tabur bunga hanya dirancang sebagai agenda kecil yang diikuti oleh keluarga korban dan beberapa anggota PSHT Cabang Kediri yang tinggal di sekitar lokasi kejadian. Namun, gelombang solidaritas membeludak. Ratusan anggota PSHT dari berbagai daerah berdatangan secara spontan setelah mendengar informasi kegiatan tersebut.
Meski sempat tertahan di beberapa titik, kehadiran mereka menunjukkan satu hal: PSHT bersatu, dan mereka tidak akan tinggal diam saat salah satu saudaranya menjadi korban ketidakadilan.
“Kami sangat mengapresiasi kehadiran mereka. Ini bukti bahwa PSHT tidak hanya bersaudara dalam semboyan, tetapi dalam tindakan nyata,” ujar Diva.
PSHT Bentuk Tim Investigasi: Keadilan Tak Akan Dibiarkan Layu
Dalam kesempatan itu, Diva juga mengumumkan bahwa pihaknya telah membentuk tim investigasi internal. Tim ini ditugaskan untuk mengumpulkan bahan keterangan, termasuk kesaksian dan bukti-bukti pendukung lainnya, yang nantinya akan diserahkan kepada penyidik sebagai bentuk kontribusi terhadap jalannya proses hukum.
“Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas. Jangan sampai ada kesan pembiaran atau keadilan yang dibungkam,” tandasnya.
Peringatan untuk Semua: Keadilan Harus Jadi Milik Bersama
Kematian tragis Moh. Hidris Rayyan tak hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga dan komunitas PSHT, tapi juga menjadi peringatan keras bagi semua pihak bahwa kekerasan jalanan dan tindakan anarkistis harus dihentikan. Lebih dari itu, penegak hukum tidak boleh bermain-main dalam menegakkan keadilan.
PSHT telah berbicara. Kini, giliran aparat hukum menunjukkan bahwa mereka masih layak dipercaya oleh rakyat. Sebab bila tidak, gelombang solidaritas bisa berubah menjadi gelombang perlawanan yang lebih besar.