Sidoarjo – News PATROLI.COM –
Bupati Sidoarjo nonaktif Ahmad Muhdlor Ali yang akrab dipanggil Gus Muhdlor kembali mengajukan praperadilan melawan KPK terkait penetapan tersangka di kasus dugaan korupsi usai mencabut gugatan sebelumnya.
Gugatan praperadilan Muhdlor yang baru telah terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 56/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL Selasa (28/5/2024).
Padahal, sebelumnya, Gus Muhdlor melalui kuasa hukumnya telah mencabut gugatan praperadilan bernomor perkara 49/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL pada 13 Mei 2024.
Adapun di dalam gugatan praperadilan yang terbaru kali ini Gus Muhdlor melalui kuasa hukumnya memohon kepada hakim agar membatalkan statusnya sebagai tersangka dugaan korupsi di lingkup Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
“Menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan dari pemohon Ahmad Muhdlor Ali untuk seluruhnya. Menyatakan tindakan termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka dengan dugaan tindak pidana korupsi di Lingkungan Pemerintah Daerah Sidoarjo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf g atau Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian kata kuasa hukum Gus Muhdlor, Ali Mustofa Abidin dalam keterangannya, Selasa (28/5/2024).
Dalam gugatan tersebut Muhdlor juga meminta agar KPK menghentikan surat perintah penyidikan (sprindik). Selain itu, ia juga menilai bahwa penahanan atas dirinya juga tidak sah.
“Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/57/DIK.00/01/03/2024, tanggal 19 Maret 2024 yang menjadi dasar pemohon sebagai tersangka adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujarnya.
“Menyatakan tindakan termohon dalam melakukan penahanan terhadap pemohon sebagaimana Surat Perintah Penahanan Nomor Sprin.Han/27/DIK. 01.03/01/05/2024 tertanggal 07 Mei 2024 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tambahnya.
Bukan cuma itu saja, dalam gugatan tersebut Gus Mudhlor juga meminta KPK untuk membebaskan dirinya. Dia menilai bahwa penetapan tersangka dirinya tidak sah.
“Memerintahkan termohon untuk membebaskan pemohon dari tahanan sejak putusan ini dibacakan. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON yang berkaitan dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/57/DIK.00/01/03/2024, tanggal 19 Maret 2024,” ucapnya.
Selain menuntut untuk dibebaskan, Gus Muhdlor juga menilai bahwa penyitaan yang dilakukan KPK berkaitan dengan kasus dugaan korupsi yang menjerat dirinya juga dilakukan secara tidak sah.
Dalam catatan permohonan praperadilan yang disampaikan oleh Mustofa dan kuasa hukum Gus Mudhlor lainnya, menjelaskan bahwa uang yang disita KPK sejumlah Rp69,9 juta bukan murni uang pemotongan pajak di Pemkab Sidoarjo.
“Bahwa sebagaimana diberitakan dalam press release KPK, Tim Penyidik telah menemukan barang bukti uang tunai sejumlah Rp69,9 juta. Namun uang tunai sejumlah Rp69,9 juta tersebut diduga bukan murni uang hasil pemotongan insentif pajak dan retribusi daerah Kabupaten Sidoarjo yang diduga dipotong oleh Siska Wati. Uang sejumlah Rp69,9 juta tersebut diduga merupakan uang pribadi dari tersangka Siska Wati atau keluarganya,” tulis Mustofa.
“Menyatakan segala penyitaan dalam perkara ini tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Membebankan biaya perkara kepada termohon sejumlah nihil atau apabila Yang Mulia hakim praperadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (et aequo et bono),” tutupnya. (red)
Baca juga berita lainnya di Google News